“Demokrasi
ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem
dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala. Di dalam
sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh
penduduk dewasa dapat memberikan suara ” (Samuel
Huntington)
Demokrasi di
Negara kita masih diyakini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
aristokrasi moral dan intelektual. Seiring bergulirnya waktu, klaim nilai keyakinan
ini_pun bergeser dan demokrasi tidak lagi memiliki keterkaitan yang kuat dengan
dua hal tersebut, disini letak kekhawatiran mulai merajalela isi kepala pemikir
dan intelektual muda di Negara ini untuk mencari tahu hubungan serta dampak
dari pergeseran demokrasi yang substansial. Demokrasi kini lebih tidak
berperinsip. Menurut Enstein “Demokrasi
masa kini cenderung di dasarkan pada prinsip orang lain tidaklah lebih baik
dari aku” pernyataan ini di yakini bahwa individu sebagai pelaku demokrasi
dan kader partai politik telah di berikan kebebasan menentukan segala bentuk aktivitas
praktik demokrasi. Namun, pada satu sisi peluang menjadikan individu pelaku
demokrasi dan kader partai politik mengeksploitasi hak kebebasan rakyat.
Kebebasan yang sesungguhnya dari demokrasi adalah
kebebasan yang di berikan kepada rakyat untuk menentukan pilihan, bebas
menyampaikan keinginan serta bebas mendapatkan kesejahteraan (asas kepuasan rakyat) baik secara
pemikiran ataupun tindakan. Sehingga proses ini dilihat tidak lagi menghalangi
proses demokrasi bersih, pasti dan sesuai dengan ketentuan serta kaidah dari
hakikat demokrasi yang sebenarnya. Kaidah dan hakikat demokrasi ini telah
menghubungkan kita kepada cara berpikir yang sesungguhnya, bagaimana seharunya
berdemokrasi dan apa persembahan demokrasi yang baik terhadap rakyat – masyarakat
umum sehingga pada gilirannya masyarakat dapat menerima pendidikan demokrasi
dan turut mensukseskan demokrasi dengan sunguh – sungguh.
Demokrasi yang sesungguhnya telah kita ketahui
bersama bahwa Bung karno pada Orde Lama pernah melakukan uji coba terhadap
aplikasinya demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin, begitu_pun Soeharto
pada Orde Baru – nya mempraktikkan demokrasi pancasila dan seterusnya pada Reformasi
sebagai proses perbaikan demokrasi atau reformasi demokrasi. Tujuan praktik
demokrasi dari Orde Baru hingga Reformasi di Negara ini setidaknya memberitakan
kepada kita kegagalan terbesar serta dampak ketidaksuksesnya demokrasi kita
saat itu, sehingga dampaknya sangat signifikan terhadap status kehidupan Negara
kita yakni perekonomian, hukum sosial dan lain – lain.
Praktik demokrasi sesunggunya telah menjadi mimpi
besar para tokoh pemuka bangsa Indonesia sejak Negara ini di proklamirkan pada
17 agustus 1945 ternyata memberikan sedikit pentolan dari arah demokrasi
terhadap demokrasi kita sekarang. Namun pada kenyataannya, Negara Indonesia
dengan usia yang 70 tahun tepat pada 17 agustus 2015 ini belum juga mendapatkan
demokrasi yang bersih dan adil. Hal ini disebabkan terjadinya eksploitasi hak
rakyat oleh kelompok elit politik yang tidak memahami substansi dari demokrasi
kita. Substansi demokrasi adalah membuat kebebasan, mengakomodasi persatuan dan
memenuhi kesejahteraan rakyat, stabilitas ekonomi dan pada prinsipnya membangun
pemahaman demokrasi yang bersih dan kembalikan ruh demokrasi yang sesunggunya.
Bukan hal mudah mengarahkan masyarakat untuk betul –
betul berdemokrasi dan mengembalikan ruh demokrasi sedangkan tidak di barengi
dengan pendidikan demokrasinya. Sebab hal tersulit sebuah Negara adalah
membangun demokrasinya. Begitu_pun disatu sisi pelaku demokrasi dan elit
politik berciuman sembari berselingkuh dan bersikukuh untuk mendapatkan
kekuasaan dan kepentingannya saja. Memang di akui Negara Indonesia adalah
Negara majemuk yang rakyatnya beragam suku bangsa, jika di lirik kembali
berdasarkan sejarah praktiknya demokrasi di Negara ini maka hal ini tidak
membuahkan hasil yang besar. Merencanakan demokrasi adalah prosesnya sedang
praktiknya seperti menjaring agin dan sangat sulit.
Kesulitan membagun demokrasi di Negara yang majemuk
ini, menampakkan secara umum banyak konflik yang terjadi, akibat dari kesalahan
mengawal serta ketidaksuksesan demokrasi kita, alih – alih dengan adanya
demokrasi maka kemakmuran inidonesia pasti terwujud. Di mana letak kemakmuran
yang di maksud? Atau konflik adalah bentuk kemakmuran modern?. Kenyataan ini
adalah kesalahan demokrasi yang masih rapuh. Konflik pecah di berbagai daerah,
ketentraman sosial terkikis dan agama menjadi senjata politik dan sebagainya
karena ketidak seriusnya demokrasi yang berlangsung. Disisi ini Negara seakan
diam menutup mata dan telinga dan berpura – pura tidak mendengar ataupun
melihat dinamika yang kian marak dan terjadi terus menerus. Sebut saja Negara
melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang berbeda. Sudah tidak mengontrol
prosesnya demokrasi dan sengaja menyerahkan prosesnya pada elit partai dari
pusat hingga elit partai di tingkat daerah. Belum lagi elit partai yang salah
memaknai demokrasi, sehingg proses bohong membohongi menjadi modal berdemokrasi
di banyak tempat.
Proses bohong membohong di tengah rakyat ini yang
menurut hemat saya adalah terjadinya praktik eksploitasi hak rakyat. Di samping
menjual janji dan meperkosa nilai demokrasi. Rakyat yang mana yang Negara dan
elite partai maupun elite politik maksudkan? Sedangkan jauh sebelum demokrasi
di prektikkan di Negara ini rakyat sudah di buat sekatnya menjadi beberapa
kelas yakni kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Kenyataan ini menyeret
kita pada diskriminasi rakyat dan menganggap elite politik maupun elite Negara
ini telah menyandera dan mengkebiri hak berdemokrasi.rakyatnya dalam
Tak ubahnya janji manis akan menyulap konflik yang
di picu dari pesta demokrasi menjadi sebuah syair yang indah dan menggiurkan,
namun deretan paling pinggir di Negara kita ini masih ada air mata dari tangis rakyat
yang terkena dampak gagalnya demokrasi, tangis meledak menggemuruh di penjuru
Negara Indonesia dan belum lagi kesejahteraan dan pendidikan yang tidak
terjangkau. Datang lagi hamparan penindasan dan eksploitasi di bidang lainnya
yang membuat rakyat semakin tertindas. Hal ini adalah kenyataan, ternyata
demokrasi kita hanya sukses dalam hal mengkonsepkan ideologinya, namun belum
pada realisasinya.
Substansi demokrasi adalah sebuah ideologi dasar
yang menurut hemat saya adalah “keadilan”. Sebab tanpa ada keadilan pada sebuah
Negara akan mengalami kesakitan dan gangguan besar maupun ancaman kehancurannya
Negara tersebut. Inilah dasar transisi demokrasi terjadi dengan dampak terhadap
ketahanan sosial, politik, ekonomi, hukum dan lain – lain. Jika di hitung akan
membuat girang dan melonglong telinga. Dasar demokrasi yang sehat adalah
lembaga politik yang sehat pula. Eksistensi dan fungsi partai politik merupakan
suatu yang niscaya dalam bangunan banguna demokrasi modern (Baca : Partai Politik) yang jika melakukan
kesalahan antara partai politik dan konstituen dengan hubungan relasi yang
tidak berkualitas, maka hal itu merupakan teguran dan peringatan terhadap
demokrasi kita.
Demokrasi yang berkualitas tidak anarkisme yang
tidak melahirkan konflik horizontal dan konflik lain pasca pesta demokrasi
seperti yang terjadi di berbagai daerah di Negara ini yakni propinsi Maluku
utara, Bengkulu dan Riau pada tahun 2005. Kondisi ini menyajikan kepada kita
bahwa Indonesia belum sepenuhnya menjalankan dan mengawal demokrasi yang berkwalitas
dan terkonsolidasi. Konflik 2005 di atas adalah kenyataan bahwa Negara saatnya
mengambil alih desain demokrasinya sehingga tidak lagi mengulangi kesalahan
yang sama atau dalam hal ini konflik tidak lagi terjadi besok hari atau pada pilkada
lansung kepala daerah di beberapa wilyah Indonesia 2015 mendatang. Idealnya
pilkada langsung yang merupakan bagian penting dari reformasi politik dapat
menjadikan transisi demokrasi kita sampai pada tujuan (Baca : Praksis Pilkada).
Untuk menjadikan demokrasi kita sampai pada
tujuannya, kita membutuhkan sebuah parameter untuk mempermudah pencapaian
demokrasi yang tidak lain adalah menerapkan ciri berdemokrasi yang lebih baik
lagi dengan kata lain pertikaian parpol dan elite parpol harus menjadi target
cepat dan tepat untuk segera meretas dan menyelesaikan sebelum berdampak pada
pilkada serentak kepala daerah di beberapa daerah pada 2015 mendatang dan setidaknya setiap Parpol
harus instropeksi diri agar meninjau kembali tugasnya dengan dalih semangat
demokrasi merubah serta mengobati luka lama kesalahan demokrasi beberapa waktu
yang lalu. sehingga Negara Indonesia mampu menjalankan demokrasi yang
berkualitas dan mumpuni.
Menjalankan demokrasi yang berkualitas dan mumpuni
bukan hanya untuk demokrasi semata melainkan, memenuhi cita – cita Pembukaan
Undang – Undang 1945. Karena demokrasi
bukan hanya sekedar kebebasan akan tetapi hakikat dari kebebesan. Sebab dengan
kebebasan demokrasi membawa keuntungan bagi seluruh rakyat sehingga pengakuan
hakikat dan martabat manusia sebagai asas dasar demokrasi bisa tercapai. Semoga
!!
Oleh : Hairil Sadik.
Artikel : http://airilbabos.blogspot.co.id/