Pernahkah Anda bekerja karena “terpaksa”?
Bagaimana hasil yang Anda peroleh dari hasil bekerja karena “terpaksa”tersebut?
Bekerja karena terpaksa itu tidak enak. Kita akan merasa tertekan
secara mental. Oleh karena itu wajar jika kemudian hasil yang diperoleh
pun tidak seperti yang diharapkan. Saya pernah mencoba menerapkan hal
seperti ini pada sekretaris saya. Semua jenis pekerjaanya saya berikan
tenggat waktu yang sangat mepet. Si sekretaris itu tidak dapat menolak.
Namun akibatnya bukan hasil lebih bagus yang saya peroleh, justru
kesalahannya makin banyak.
Saya kemudian bertanya kepadanya, kenapa hasilnya seburuk itu?
Jawabannya sungguh diluar dugaan saya. Ia mengatakan bahwa dirinya
bekerja tidak ikhlas karena waktu yang diberikan untuk menyelesaikan
pekerjaan sangat mepet. Jawaban ini akhirnya memberikan pelajaran kepada
saya untuk selalu membuat karyawan bekerja secara ikhlas. Pekerjaan
yang dilakukan dengan tulus ikhlas ternyata hasilnya jauh lebih baik,
dan tempo penyelesainnya lebih cepat tanpa harus menerapkan deadline.
Hal ini juga berlaku sama untuk dunia bisnis. Pengusaha menjalankan
bisnisnya harus dilandasi dengan rasa tulus ikhlas, bukan karena sekedar
ingin kaya atau iri hati dengan teman yang bisnisnya telah berhasil.
Salah satu unsur untuk mencapai sukses itu adalah bekerja dengan hati. Jadi kita berbisnis itu harus tulus
dari dalam hati, bukan dari pikiran belaka. Apakah ada perbedaanya
berbisnis dengan pikiran dan berbisnis dengan hati? Perbedaanya sangat
mencolok sekali.
Jika kita berbisnis dengan pikiran, maka selama kita
menjalankan bisnis itu kita akan selalu dikejar-kejar dengan target,
kita selalu ketakutan dengan kondisi perekonomian global yang tidak
stabil, kita selalu stress dengan datangnya rival-rival bisnis
yang tidak diduga sebelumnya, kita akan frustasi mengelola karyawan yang
banyak maunya, dan sebagainya. Otak yang kita pergunakan dalam berbisnis sepertiini adalah otak kiri yang memilki karakteristik penuh perhitungan namun mudah stress.
Betapa penting kita “merasakan” bisnis kita
berjalan. Semua permasalahan yang diungkapkan dalam alinea diatas
selalu dihadapi oleh pebisnis manapun, dari yang yunior sampai kelas
kakap. Perbedaanya adalah cara menghadapinya. Jika kita menggunakan otak kanan dan hati
kita untuk merasakan apa yang kita lakukan, maka kita akan terhindar
dari stress dan frustasi. Justru bisnis kita dapat mengalir dengan
sendirinya, hasilnya jauh lebih baik, kita sendiri dapat tidur nyenyak.
Inilah inti berbisnis dengan hati.
Anda masih sulit memahami?
Baiklah. Kita semua beragama. Mari kita pergunakan sentuhan agama
disini. Dalam berbisnis, niat kita berbisnis sebenarnya adalah ibadah.
Apa yang terjadi jika kita memiliki niat seperti itu?
Ibadah itu pasti dilakukan dengan tulus ikhlas, kan?
Jika kita berbisnis dengan niat beribadah, dapat dipastikan jika
bisnis yang kita lakukan pasti dilandasi rasa ikhlas yang sangat
mendalam karena kita berhubungan dengan Sang Maha Pencipta, kita
mensyukuri apa yang dilimpahkan Sang Maha Pencipta kepada kita. Hasilnya? Tentu sangat luar biasa.
Menerapkan prinsip berbisnis dengan hati dan niat bekerja adalah
ibadah ini tidak dapat kita terapkan jika kita masih dikuasai oleh nafsu
duniawi. Oleh karena itu, seyogyanya kita menyeimbangkan antara
kebutuhan duniawi kita dan kebutuhan surgawi dalam menjalankan bisnis
kita.
Artikel : http://kampungwirausaha.com